Pernyataan Kontroversial soal Mei 1998: Fadli Zon Dihadapkan ke DPR
Anggota DPR RI sekaligus politisi senior Partai Gerindra, Fadli Zon, tengah menjadi sorotan publik setelah pernyataannya terkait Tragedi Mei 1998 menuai reaksi keras dari berbagai kalangan. Dalam pernyataan yang beredar luas di media sosial dan media massa, Fadli diduga menyampaikan sudut pandang yang dinilai mereduksi atau mengaburkan makna perjuangan reformasi yang lahir dari tragedi berdarah tersebut.
Menanggapi gejolak yang timbul, sejumlah anggota legislatif mendorong agar Fadli Zon dipanggil secara resmi oleh DPR untuk dimintai klarifikasi atas pernyataan yang dianggap kontroversial dan berpotensi menyinggung sensitivitas sejarah bangsa.
Apa Isi Pernyataan yang Dipersoalkan?
Pernyataan Fadli yang jadi polemik muncul dalam sebuah wawancara publik dan kemudian dikutip dalam berbagai kanal berita. Ia menyatakan bahwa “peristiwa Mei 1998 tidak sesederhana yang dipahami publik” dan menyebut ada “narasi yang dibangun secara sepihak” terkait kerusuhan, pelanggaran HAM, dan jatuhnya rezim Orde Baru.
Pernyataan tersebut langsung memicu gelombang reaksi, terutama dari kalangan aktivis reformasi, keluarga korban tragedi, serta tokoh-tokoh yang selama ini aktif memperjuangkan keadilan atas pelanggaran HAM berat yang terjadi saat itu.
DPR Siap Panggil: Klarifikasi Jadi Kebutuhan
Ketua Badan Kehormatan Dewan (BKD) DPR menyatakan bahwa pemanggilan Fadli Zon bukan bentuk pembungkaman pendapat, melainkan bagian dari tanggung jawab moral dan etik anggota dewan yang memiliki pengaruh publik besar.
“Kami menilai, perlu ada penjelasan langsung dari Saudara Fadli Zon agar tidak terjadi disinformasi atau manipulasi sejarah. Ini penting demi menjaga integritas lembaga dan kepercayaan publik,” ujar salah satu anggota DPR yang mendorong pemanggilan.
Proses klarifikasi dijadwalkan berlangsung dalam forum tertutup pekan depan, namun tidak menutup kemungkinan dibuka untuk umum jika tekanan publik semakin besar.
Reaksi Publik dan Aktivis Reformasi
Sejumlah tokoh reformasi menyayangkan pernyataan Fadli Zon yang dinilai tidak empatik terhadap korban, terutama para mahasiswa, etnis Tionghoa, dan warga sipil yang menjadi korban kekerasan saat itu. Mereka menegaskan bahwa tragedi Mei 1998 bukan sekadar konflik politik, melainkan luka sejarah yang belum sepenuhnya sembuh.
“Kalau ada yang ingin menafsirkan ulang peristiwa itu, seharusnya dilakukan secara akademis dan berdasar bukti, bukan sekadar opini yang menggiring persepsi,” kata seorang aktivis reformasi 1998 dalam wawancara media.
Fadli Zon: Kritik atau Provokasi?
Fadli Zon dikenal sebagai sosok yang vokal, bahkan sejak masa reformasi. Ia kerap menyuarakan kritik keras terhadap pemerintah dan elite politik. Namun dalam kasus ini, publik mempertanyakan apakah komentarnya merupakan bentuk kritik sah, atau justru provokasi yang bisa melemahkan upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat.
Melalui akun media sosialnya, Fadli sempat menyatakan bahwa pernyataannya dipotong dan disalahartikan, serta berjanji akan memberikan klarifikasi lebih lanjut dalam forum resmi.
Pemanggilan Fadli Zon oleh DPR menunjukkan bahwa pernyataan publik, terlebih dari seorang politisi senior, memiliki dampak besar terhadap memori kolektif dan luka sejarah bangsa. Tragedi Mei 1998 bukan sekadar catatan masa lalu, melainkan simbol perjuangan demokrasi yang harus terus dijaga dengan kehati-hatian dalam narasi dan interpretasinya.
DPR kini dihadapkan pada ujian: apakah mampu menjadi forum etis yang menjaga akurasi sejarah, atau justru membiarkan polemik ini meruncing menjadi konflik politik baru.